Oleh. Mustofa Faqih. *
Senin, 01 September 2025 – Kota-kota modern adalah mesin pertumbuhan ekonomi, pusat inovasi, dan magnet bagi populasi. Namun, urbanisasi yang pesat juga membawa serta serangkaian tantangan kompleks: kemacetan, kepadatan penduduk, kesenjangan sosial-ekonomi, degradasi lingkungan, hingga hilangnya identitas lokal. Pendekatan top-down dari pemerintah seringkali tidak cukup untuk mengatasi nuansa masalah urban yang sangat spesifik dan beragam. Di sinilah urban entrepreneurship muncul sebagai kekuatan transformatif, sebuah pendekatan dari “bawah ke atas” yang memberdayakan warga untuk menjadi agen perubahan, merevitalisasi ruang kota, dan membangun komunitas yang lebih tangguh serta berkelanjutan.
Urban entrepreneurship merujuk pada inisiatif kewirausahaan yang berakar pada konteks perkotaan, berfokus pada penyelesaian masalah kota, menciptakan nilai ekonomi dan sosial, serta meningkatkan kualitas hidup warga. Ini bisa berupa startup yang mengembangkan solusi smart city, social enterprises yang merevitalisasi ruang publik, atau inisiatif komunitas yang menciptakan ekonomi sirkular lokal. Kunci dari urban entrepreneurship adalah kemampuannya untuk mengidentifikasi kebutuhan lokal yang belum terpenuhi, memanfaatkan sumber daya yang ada (seringkali tersembunyi), dan menggerakkan partisipasi aktif warga untuk menciptakan solusi inovatif yang sesuai dengan konteks unik perkotaan mereka.
Peran pemerintah kota dan nasional dalam konteks ini sangat vital, bergeser dari sekadar penyedia layanan menjadi fasilitator dan enabler. Ini berarti menciptakan lingkungan yang mendukung inovasi akar rumput, seperti penyediaan co-working spaces, program inkubasi khusus urban tech, akses ke data publik untuk problem-solving, dan insentif bagi proyek-proyek yang dipimpin komunitas. Kebijakan perkotaan harus dirancang untuk mengakomodasi eksperimen, memungkinkan model bisnis baru untuk berkembang, dan meminimalkan hambatan birokrasi bagi inisiatif warga yang ingin membawa perubahan positif.
Salah satu manifestasi paling nyata dari urban entrepreneurship adalah revitalisasi ruang publik. Inisiatif warga dapat mengubah lahan kosong menjadi kebun komunitas, membangun taman kota yang interaktif, atau mengubah area kumuh menjadi sentra kreatif dan ekonomi lokal. Contohnya adalah gerakan tactical urbanism yang dipimpin oleh urban entrepreneurs dan aktivis, yang menggunakan intervensi skala kecil dan biaya rendah untuk secara cepat meningkatkan ruang kota dan menginspirasi perubahan jangka panjang. Ini bukan hanya tentang estetika, tetapi tentang menciptakan tempat yang mendorong interaksi sosial, kesehatan, dan aktivitas ekonomi lokal.
Lebih dari itu, urban entrepreneurship berperan penting dalam pembangunan ekonomi sirkular di perkotaan. Dengan populasi padat dan konsumsi tinggi, kota-kota menghadapi masalah limbah yang masif. Urban entrepreneurs berinovasi dalam mengelola sampah menjadi sumber daya, mendaur ulang material, atau menciptakan sistem berbagi sumber daya yang efisien. Inisiatif seperti bank sampah berbasis komunitas, platform berbagi alat, atau bisnis daur ulang kreatif, tidak hanya mengurangi dampak lingkungan tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru dan nilai ekonomi dari apa yang sebelumnya dianggap limbah.
Meskipun demikian, urban entrepreneurs menghadapi tantangan unik. Keterbatasan akses ke permodalan (startup kota mungkin kurang menarik bagi investor ventura tradisional dibandingkan tech startups murni), kompleksitas regulasi perkotaan, dan kesulitan dalam menskalakan solusi di lingkungan yang padat, adalah beberapa hambatan. Oleh karena itu, diperlukan model pembiayaan inovatif seperti crowdfunding berbasis komunitas, dana investasi dampak lokal, atau kemitraan publik-swasta yang didedikasikan untuk pembangunan perkotaan. Selain itu, pemerintah perlu mempermudah perizinan dan menyediakan sandbox regulasi untuk proyek-proyek urban innovation.
Secara politis, mendukung urban entrepreneurship adalah investasi cerdas dalam legitimasi dan tata kelola yang baik. Ketika warga merasa memiliki peran aktif dalam membentuk kota mereka, rasa kepemilikan dan partisipasi sipil akan meningkat. Ini mengurangi potensi konflik, membangun kohesi sosial, dan menciptakan kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat. Ini adalah bukti nyata bahwa pemerintah tidak hanya memerintah, tetapi juga memberdayakan warganya untuk menjadi arsitek masa depan kota mereka sendiri.
Walhasil, urban entrepreneurship bukan hanya sekadar tren ekonomi, melainkan strategi fundamental untuk pembangunan kota yang tangguh dan inklusif. Dengan memberdayakan inisiatif warga, pemerintah dapat mengoptimalkan potensi kreatifitas lokal, mengatasi masalah urban yang kompleks, dan pada akhirnya, membangun kota yang tidak hanya efisien secara ekonomi, tetapi juga manusiawi, berkelanjutan, dan memancarkan semangat kewirausahaan yang inovatif dari setiap sudutnya. Kota-kota yang berinvestasi pada urban entrepreneurship akan menjadi pemimpin dalam membentuk masa depan perkotaan global.
* Praktisi Entrepreneurship & Busines Consultant.
Komentar